Lokasi geografis Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa memiliki tingkat kelembaban dan suhu yang tinggi. Kondisi tersebut dapat memicu pembentukan awan cumulonimbus saat musim penghujan dan menghasilkan badai petir. Badai petir inilah yang dapat menjadi ancaman terhadap keandalan penyaluran listrik khusunya pada segmen tegangan tinggi/ekstra tinggi (TT/TET).
Beberapa metode dilakukan untuk memitigasi masalah terkait seperti meningkatkan performa grounding kaki tower, memaksimalkan sudut lindung GSW, memasang direct grounding dari GSW (top grounding) hingga yang saat ini sedang trending, pemasangan Transmission Line Arrester (TLA).
Pada prinsipnya TLA ini memiliki cara kerja yang sama seperti Lightning Arrester (LA) di Gardu Induk. Hanya yang membedakan adalah TLA ini dipasang secara paralel pada insulator di tower SUTT/SUTET. Fungsi dari TLA ini adalah sebagai peralatan untuk mencegah terjadinya interupsi atau gangguan pada transmisi yang disebabkan oleh flashover dan back flashover akibat sambaran petir.
Kenapa kok TLA bisa mencegah terjadinya back flashover? bukannya arrester itu fungsinya untuk membuang surja dari sistem ke ground tanpa menyebabkan short ya??
Nah, itu yang membuat TLA ini berbeda dengan arrester lainnya. Jadi, saat tower atau GSW tersambar petir, surja arus dari petir akan mengalir menuju ground melalui body tower. Saat surja arus tersebut mengalir, maka akan menghasilkan beda potensial pada body tower akibat pengaruh resistansi tower ditambah induktasi tower. Lalu surja arus tersebut juga tidak secara instan dapat diserap oleh grounding karena adanya impedansi grounding (L di/dt) sehingga perlu waktu untuk surja arus dan beda potensial pada tower agar dapat dinetralisir oleh grounding. Sehingga beda potensial tersebut apabila nilainya melebihi dari BIL insulator maka akan menyebabkan back flashover.
Back flashover itu sendiri bisa berarti dua hal. Pertama terjadi lompatan busur api dari arcing horn sisi cold ke sisi hot. Kedua, terjadi flashover pada insulator akibat breakdown karena tidak mampu menaha surja tegangan yang melebihi BIL. Atau kombinasi keduanya, yaitu insulator flash karena efek loncatan busur api di arcing horn.
Apapun itu, saat back flashover terjadi maka akan terjadi gangguan penyaluran listrik karena relay proteksi di gardu induk merasakan adanya gangguan fasa-ground sehingga relay tersebut mengirim perintah reclose atau TRIP tergantung defense scheme masing-masing subsistem.
Saat kondisi inilah TLA berperan penting untuk mencegah terjadinya gangguan dengan memanfaatkan sifat non-linear-nya dimana saat terjadi surja tegangan, TLA akan berubah menjadi konduktif dan disaat yang bersamaan TLA juga meredam energi surja sehingga dapat memangkan kecuraman dari gelombang surja. Pada saat itu terjadi, surja yang sudah dipotong tadi akan dilepas ke konduktor dengan aman tanpa mengganggu sistem karena saat TLA bekerja sistem tidak akan merasakan adanya short fasa-ground.
Berarti surja tegangan di buang ke konduktor saat terjadi back flash
Iya, tapi surja yang dialihkan ke konduktor merupakan surja yang puncak gelombangnya sudah dipotong dan karena periode surja tersebut yang sangat singkat sehingga tidak akan mengganggu sistem secara signifikan.
Pemilihan TLA
Kebanyakan TLA yang dipakai di Indonesia adalah TLA berjenis NGLA (Non Gapped Line Arrester) dengan material utama adalah Metal Oxide Varistor (MOV) dan dikemas dalah housing silicone polymer. Saat kondisi operasi normal, TLA memiliki nilai resistansi yang tinggi. Tapi ketika dialiri oleh surja tegangan, TLA akan berubah sifatnya menjadi konduktif tetapi saat bekerja dapat menga tegangan nominal tetap bekerja sehingga tidak terjadi hubung singkat. Saat surja sudah dibuang, TLA akan berubah lagi sifatnya mejadi mesia insulator.
Berikut ini adalah parameter penting dalam penentuan spesifikasi TLA:
- Tegangan operasi nominal sistem di mana TLA akan dipasang.
- Besaran nominal tegangan lebih sesaat yang dapat berpotensi muncul pada sistem
- Discharge class.
- Rating surja arus hubung singkat TLA berkaitan dengan potensi arus gangguan pada sistem.
- Tegangan residu TLA akibat petir dengan mempertimbangkan CFO (Critical Flashover) pada insulator yang akan dilindungi.
Metode penentuan titik pemasangan
Apabila faktor ekonomi bukan masalah jelas lebih baik TLA dipasang di setiap tower dan ditiap fasa. Tapi jelas ngga mungkin karena ngga efisien. Overkill.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jacob [1], pemasangan TLA harus sedekat mungkin dengan insulator yang akan dilindungi namun tetap harus memperhatikan jarak aman apabila TLA terjadi overload hingga memutus disconnector. Jumlah TLA yang dibutuhkan pada jaringan transmisi juga tergantung geometri tower dan konfigurasi susunan fasa serta impedansi transient grounding.
Apabila penghantar tersusun secara horizontal atau pada tower delta, TLA harus dipasang pada fasa sisi terluar. Dan kalau tower memiliki susunan konduktor secara vertikal dikarenakan resultan dari tegangan transient pada insulator cendrung lebih tinggi pada fasa terbawah karena memiliki jarak yang cendrung lebih dekat ke tanah serta ditambah jarak yang terjauh ke GSW sehingga fasa terbawah harus di utamakan untuk pemasangan. Selain itu fasa terbawah juga jauh dari sudut lindung GSW sehingga rentan terjadi shielding failure yang berpotensi menyebabkan flashover. Kecuali jika sudut shielding dari GSW tidak memenuhi standard maka fasa teratas juga harus dipasang TLA.
Menurut Johnnerfelt dari TE Connectivity [2], salah satu fasa terbawah pada suatu penghantar yang dipasang TLA sudah cukup mampu untuk meredam terjadinya back flashover pada tower yang memiliki resistansi kaki tower sebesar 40 Ohm. Apabila 2 TLA yang dipasang pada fasa terbawah pada masing-masing sirkit dapat mengilimir terjadinya back flashover pada tower dengan resistanti hingga 60 Ohm. Tentu hasil yang didapak akan jauh lebih baik lagi apabila fasa lainnya juga dipasang TLA.
Komponen pada TLA
Pada dasarnya komponen antara TLA maupun LA pada gardu induk sama saja, hanya beda metode pemasangannya. Bila LA berfungsi untuk mengamankan MTU (Material Transmisi Utama) dari flashover, sedangakan TLA berfungsi untuk mencegah back flashover dengan cara menyalurkan arus surja dari ground/body tower ke konduktor fasa. Kebalikan dari prinsip kerja LA.
Gambar di atas merupakan komponen yang umum ditemukan pada TLA dari berbagai manufaktur. Bisa dilihat ada satu komponen yang tidak ada pada LA, yaitu disconnector.
Disconnector memiliki fungsi ganda. Pertama sebagai fasilitas fast reclosing dan kedua sebagai penunjuk visual yang menandakan bahwa sudah terjadi overload pada TLA dan harus segera diganti.
Mekanisme disconnector dibutuhkan agar beroperasi saat arrester sudah overload dan mendeteksi arus bocor yang mengalir untuk periode waktu tertentu. Dan disaat yang bersamaan, perangkat tersebut juga dibutuhkan untuk berkerja secara seri dengan arrester ketika terjadi surja akibat sambaran petir dan surja switching.
Berikut ini adalah karakteristik disconnector yang menujukan waktu operasi pada arus frekuensi jala.
Yang perlu diperhatikan saat pemasangan adalah memastikan panjang dari jumper antara disconnector ke TLA aman apabila disconnector putus sehingga tidak memicu short antara jumper dengan penghantar bertegangan dengan asumsi TLA yang sudah overload memiliki tahanan isolasi yang rendah akibat kehilangan sifat dielektriknya.
Penentuan jarak lindung TLA terhadap insulator
Hal terakhir yang perlu diperhatikan saat perencanan pemasangan TLA adalah posisi munting TLA agar tetap bekerja secara optimal. Hal ini berkaitan dengan jarak lingdung arrester. Ada dua acuan untuk penentuan jarak lindung ini.
Siemens merekomendasikan agar panjang kawat ground dari TLA menuku koneksi dengan body tower tidak lebih dari 2 m. Hal ini berdasarkan perhitungan dengan asumsi pelepasan arus surja petir sebesar 10 kA dengan bentuk gelombang 1/2 us. Bila menggunakan rumus Vl = L*di/dt maka untuk setiap 1 meter panjang kawat ground akan dapat menghasilkan tegangan induktiv sebesar 10 kV. Dengan mempertimbangkan kemampuan dielektrik insulasi base dari TLA Siemens yaitu sebesar 20 kV maka Siemens merekomendasikan maksimum panjang kawat ground kurang dari 2 m.
Acuan lain adalah mengguanakan rekomendari dari Zoro [3] yaitu L1+L2 <= 3.72 m.
Apa yang akan terjadi kalau kita menggunakan kawat ground yang menggunakan grounding individu dan tidak terhubung ke body tower terdekat dengan TLA. Kemungkinan terburuk adalah TLA akan overloading akibat tegangan induktif yang tinggi saat arus surja mengalir di kawat ground berdasarkan perhitungan dari Siemens dalam case flasover. Dan dengan kondisi back flasover tentu TLA tidak dapat memberi perlindungan karena koneksi ground TLA justru berada di kaki tower atau lebih buruk lagi, TLA memiliki ground yang terpisah dengan tower.
Kesimpulan
TLA merupakan perangkat yang dapat meningkatkan performa proteksi petir pada penghantar. Terutama pada tower yang berada pada daerah berbatu dan memiliki impedansi grounding yang tinggi.
Berdasarkan beberapa penelitian, untuk tower dengan susunan fasa vertikal, TLA lebih diutamakan dipasang pada fasa terbawah. Lebih baik lagi kalau seluruh fasadipasang TLA. Hal ini berlaku untuk tower yang meiliki shield angle yang baik. Atau untuk penentuan bisa juga menggunakan data statistik dari riwayat gangguan akibat petir dan data kerapatan sambaran petir.
Penting juga untuk memperhatikan jarak antara TLA dengan insulator karena TLA memiliki keterbatasan jarak lindung. Hal ini rawan diabaikan saat perencanaan pemasangan yang berujung TLA tidak dapat bekerja dengan semestinya.
Referensi
[1] Biju Jacob, Analysis of Transmission Line Arrester for Transmission Line Surge Protection. International Journal of Scientific & Engineering Research Vol 11, 2007
[2] Bengt Johnnerfelt. How To Specify the Optimum Non-Gapped Line Arrester (NGLA). TE Connectivity
[3] Zoro. Tropical Lighting Current Parameters and Protection of Transmission Lines. International Journal on Electrical Engineering and Informatics. 2019
It’s going to be finish of mine day, however before ending I am reading this great article to increase my experience.